BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kuliah Kerja Nyata yang muncul dari konsep atas kesadaran mahasiswa sebagai calon sarjana untuk dapat memanfaatkan sebagian waktu belajarnya disamping ruang kuliah dan perpustakaan, juga dapat bekerja menyumbangkan pengetahuan dan ilmu yang telah diperolehnya secara langsung dalam membantu memecahkan dan melaksanakan pembangunan di dalam kehidupan bermasyarakat.
Kuliah Kerja Nyata dalam penyelenggaraannya memerlukan landasan idiil yang secara filosofis akan memberikan gambaran serta pengertian yang utuh tentang apa, bagaimana, serta untuk apa KKN diselenggarakan, karenanya KKN adalah bagian integral dari proses belajar yang mempunyai ciri-ciri khusus. Landasan idiil secara filosofis akan meberikan petunjuk serta pengendalian pola pikir dan pola tidakan dalam setiap proses penyelenggaraan KKN, yang pada gilirannya akan membedakannya dari bentuk-bentuk kegiatan lain yang bukan KKN.
KKN merupakan suatu bentuk kegiatan yang memadukan Darma Pendidikan dan Pengajaran, Penilitian, serta Pengabdian kepada Masyarakat sekaligus dalam satu kegiatan. Pendidikan dan pengajaran, KKN merupakan bagian integral dari kurikulum pendidikan tinggi Strata Satu (S1), tidak berdiri sendiri dan tidak terpisahkan dari tujuan dan isi pendidikan tinggi, pengikat dan perangkum semua isi kurikulum bahkan sebagai penambah ataupun pelengkap isi kurikulum yang ada. Penelitian, dalam ber-KKN mahasiswa mengamati, menelaah/menganalisis, menarik kesimpulan, merumuskan permasalahan yang dihadapi, lalu mengambil keputusan untuk pemecahan masalah dari berbagai alternatif yang ada dari kondisi dan situasi wilayah kerja dan kemampuannya. Pengabdian kepada masyarakat, mahasiswa dapat mengamalkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang dikuasainya secara ilmiah, melembaga, dan langsung kepada masyarakat yang akan menikmati manfaat IPTEKS tersebut.
Untuk lebih mengikuti berbagai kegiatan maka pelaksanaan KKN perlu disesuaikan dengan beberapa KKN alternatf. KKN alternatif bidang peternakan diberi nama Kuliah Kerja Nyata Profesi Agribisnis Peternakan (KKNPAP) yaitu suatu kegiatan kurikuler mahasiswa Fakultas Peternakan untuk mendapatkan KKNPAP nyata dengan menerapkan konsep dan pola pengembangan ilmu dan teknologi peternakan yang berwawasan agribisnis sebagai instrumen pengendalian sistematik. Kegiatan ini dipadukan dengan kerja praktek, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang dilakukan oleh jurusan, program studi, laboratorium atau kelompok keahlian secara tertentu.
Pelaksanaan KKNPAP bertujuan menggalakkan peranan sains dan teknologi peternakan dalam pengembangan suatu sistem produksi barang atau jasa dalam aktivitas suatu instansi atau kelompok masyarakat untuk mendorong lebih produktif dan berwawasan luas, sehingga akan terjadi peningkatan mutu pendidikan, penelitian dan pengebdian kepada masyarakat.
Maksud dan Tujuan
Maksud dilksanakannya KKN PAP Gelombang IV tahun 2007, adalah sebagai berikut :
KKN PAP merupakan intrakurikuler perguruam tinggi yang diarahkan untuk memberikan pendidikan kepada mahasiswa.
Dengan dilaksanakannya KKN PAP diharapkan dapat memerikan mamfaat bagi masyarakat dengan melakukan interaksi sosial kemasyarakatan, karena pelaksanaannya mengambil lokasi di masyarakat dan memerlukan keterlibatan masyarakat.
Mambantu masyarakat dan pemerintah melancarkan kegiatan sosial dan kegiatan pembangunan di bidang peternakan khususnya.
Tujuan dilaksanakannya KKN PAP Gelombang IV tahun 2007, adalah
Sebagai berikut :
Mampu mencetak sarjana yang profesional dibidangnya dan siap dipakai dibidang pendidikan maupun non pendidikan sehingga dapat memberikan solusi ilmiah terhadap setiap masalah.
Sebagai pendekatan perguruan tinggi terhadap masyarakat dengan konsep pendidikan, sebagai wujud Tri Darma perguruan tinggi yakni kegiatan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
Membantu pemerintah dalam mempercepat dinamika pembangunan disegala bidang.
Dapat mengkaji kemampuan mengsosialisasikan disisplin ilmu sebagai spektrum struktural masyarakat yang sangat kompleks dengan keunggulan teori yang didapat di kampus.
Memberikan pengalaman belajar tentang pembangunan masyarakat secara umum dan pembangunan peternakan secara khusus.
Memberi kedewasaan kepribadian dan bertambah luasnya wawasan mahasiswa.
Memacu pembangunan masyarakat dengan menumbuhkan motivasi kekuatan sendiri, dan mendekatkan perguruan tinggi kepada masyarakat.
Waktu dan Tempat Kegiatan KKN PAP
KKN PAP Gelombang IV tahun 2007 dilaksanakan selama 2 (dua) bulan mulai tanggal 30 Juni sampai dengan tanggal 26 Agustus 2007, bertempat di Desa Corawali Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru.
BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI KKN-PAP
Pelaksanaan KKN Profesi Agribisnis Peternakan Gel. IV Tahun 2007 Universitas Hasanuddin yang berlokasi di Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru terdapat 10 (sepuluh) posko dari desa dan lurah yang ada salah satunya Desa Corawali.
A. Keadaan Geografis
1. Luas dan Batas Wilayah
Sesuai dengan lampiran 1. Desa Corawali mempunyai luas wilayah 7,92 km2
dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :
Sebelah utara berbatasan dengan Desa Pao-pao
Sebelah timur berbatasan dengan Desa Lalabata
Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Pancana
Sebelah barat berbatasan dengan Selat Makassar
2. Orbitasi Jarak Tempuh
Desa Corawali berjarak 5 km dari pusat pemerintah kecamatan, 10 km dari ibukota kabupaten dan 90 km dari ibukota propinsi. Waktu tempuh ke ibukota kecamatan 10 menit, ke ibukota kabupaten 20 menit dan waktu tempuh ke pusat fasilitas terdekat (ekonomi, kesehatan, dan pemerintahan) 10 menit.
B. Keadaan Demografis
1. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Usia.
Jumlah penduduk berdasarkan usia di Desa Corawali dari ketiga dusun yang ada dapat dilihat pada table 1 :
Tabel 1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelompok Usia di Setiap
Dusun Desa Corawali Tahun 2007.
No
Kelompok Umur
Jumlah Penduduk
Total
Alappang
Ance
Aluppange
n
%
n
%
n
%
n
%
1
0 – 11 bulan
14
2.18
16
2.11
16
2.22
46
2.17
2
1 – 4 thn
55
8.58
64
8.44
61
8.47
180
8.49
3
5 – 14 thn
129
20.12
174
22.96
147
20.42
450
21.24
4
15 – 25 thn
115
17.94
148
19.53
150
20.83
413
19.49
5
26 – 40 thn
167
26.05
184
24.27
173
24.03
524
24.73
6
41 – 64 thn
117
18.25
119
15.70
122
16.94
358
16.89
7
> 64 thn
44
6.86
53
6.99
51
7.08
148
6.98
Total
641
100
758
100
720
100
2119
100
Sumber : Data Sekunder Desa Corawali, Tahun 2007
Berdasarkan data pada tabel 1. maka diketahui bahwa penduduk desa Corawali mayoritas berumur produktif yaitu dari jumlah 2119 penduduk terdapat 524 orang dengan umur berkisar 26-40 tahun dengan persentase 24,73%. Sedangkan yang lainnya berumur 5 – 14 tahun sebanyak 450 orang dengan persentase 21,24% dan berumur 15-25 tahun sebanyak 413 orang dengan persentase 19,49. Usia produktif disini diartikan sebagai usia yang masih memiliki kemampuan untuk bekerja atau menghasilkan uang atau jasa. Tingginya usia produktif di desa ini mungkin disebabkan masyarakat masih
2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Pekerjaan
Jumlah penduduk berdasarkan pekerjaan di desa Corawali dari ketiga dusun yang ada dapat dilihat pada tabel 2 :
Tabel 2. Distribusi Penduduk Menurut Pekerjaan Di Desa Corawali
Tahun 2007.
Sumber : Data Sekunder Distribusi Penduduk Menurut Pekerjaan tahun 2007
Berdasarkan data pada tabel 2 maka dapat disimpulkan bahwa penduduk Desa Corawali mayoritas bermata pencaharian sebagai petani, yakni sejumlah 177 orang karena hal ini didukumg oleh lahan yang luas dan jenis tanah yang cocok untuk bidang pertanian..di samping itu tabel 3, menunjukkan bahwa sektor peternakan tidak memegang peranan penting dalam kehidupan perekonomian masyarakat Kelurahan Tanete. Sebagian besar penduduk bermata pencaharian buruh swasta atau Pegawai Negri Sipil (PNS) dan nelayan. Tetapi hampir Setiap rumah tangga pada umumnya memiliki beberapa ekor hewan ternak yang tidak dikandangkan. Disamping itu beberapa diantaranya secara khusus beternak, berdagang serta bergerak di sektor jasa.
3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin di Desa Corawali dari ketiga dusun yang ada dapat dilihat pada tabel 3 :
Tabel 3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Corawali
Tahun 2007.
Sumber : Data Sekunder Desa Corawali, Tahun 2007
Berdasarkan data pada tabel 3 maka dapat simpulkan bahwa jumlah penduduk Desa Corawali berdasarkan jenis kelamin, dimana jumlah penuduk laki-laki sedikit dibanding perempuan namun peredaannya tiak terlalu signifikan . Hal ini mungkin disebabkan oleh tingkat kelahiran lebih banyak yang berjenis kelamin perempuan dan kebanyakan penduuk yang berjenis laki-laki lebih memilih merantau untuk mencari pekerjaan dari pada memamfaatkan lahan yang ada.
4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di desa Corawali dari ketiga dusun yang ada dapat dilihat pada tabel 4 :
Tabel 4. Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Di Desa Corawali Tahun 2007
Sumber : Data Sekunder Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Desa
Corawali Tahun 2007
Berdasarkan data pada tabel 4 maka diketahui bahwa tingkat pendidikan di desa Corawali masih kurang dimana pada tingkat pendidikan SD/MI lebih dominan dengan jumlah 1128 orang. Sementara penduduk yang tidak memiliki pendidikan sebanyak 513 orang. Hal ini diebabkan oleh tingkatan ekonomi yang rendah yang menjadi penyebab utama tingkat pendidikan masyarakat Desa Corawali. Namun adanya 37 orang penduduk yang mencapai gelar diploma dan sarjana menggambarkan dengan jelas bahwa kesadaran masyarakat Desa Corawali akan pendidikan sudah cukup tinggi, hal ini dibuktikan dengan adanya masyarakat sampai ke jenjang pendidikan sarjana.
BAB III
KETERKAITAN BIDANG AGRIBISNIS PETERNAKAN
A. Identifikasi Permasalahan
Berdasarkan observasi lapangan yang kami lakukan selama 1 minggu didapatkan berbagai macam masalah dan kendala yang teridentifikasi khususnya dibidang nutrisi dan makanan ternak (pakan ternak). Berikut ini kami paparkan berbagai macam masalah dan kendala yang kami dapatkan di desa Corawali :
1. Masalah Peternakan
Adapun permasalahan dilapangan yang memerlukan pemecahan dan penyelesaian antara lain :
a.masyarakat tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan praktis dalam mengolah makanan berbahan dasar produk hasil peternakan seperti Chicken nugget dan Bakso. Masyarakat perlu dibekali keterampilan agar mereka dapat meningkatkan pendapatan keluarga dengan mendirikan usaha skala rumah tangga dalam pengolahan produk hasil peternakan
b.limbah pertanian berupa jerami padi sangat melimpah keberadaannya hanya dianggap sebagai sumber pencemaran lingkungan terutama di area persawahan karena petani tidak memiliki pengetahuan untuk mengolah limbah tersebut. Alternatif yang biasa dilakukan adalah membakar jerami yang secara langsung dapat mengakibatkan tanah menjadi gersang dan kehilangan unsur hara namun hal itu mereka tidak sadari.
c.Petani dan peternak tidak memiliki sumber pakan alternatif yang dapat dimamfaatkan pada musim kemarau tiba. Mereka hanya bergantung pada ketersediaan hijauan segar secara alami, sehingga akan kewalahan mencari pakan alternatif di musim kemarau.
d.Minimnya pengetahuan yang dimiliki oleh para petani alam mengelola an membuat pakan alternatif dengan bahan dasar jerami padi.
e.Adanya kekhawatiran dan keresahan dari masyarakat mengenai merebaknya berita wabah penyakit flu burung (Avian influenza), mereka beranggapan bahwa wabah tersebut akan menjadi bencana besar yang menyebabkan kematian, maka perlu adanya pemahaman tentang pencegahan dan pengendalian penyakit tersebut secara dini.
2. Masalah Umum
Di samping masalah yang berkaitan engan peternakan, maka ada juga berbagai masalah yang kerap ditemukan di sebagian besar wilayah Desa Corawali seperti :
Disamping masalah yang berkaitan dengan peternakan, kami juga menemukan berbagai masalah umum yang kerap ditemukan di sebagian besar desa. Kami sebagai mahasiswa memiliki tanggung jawab moral untuk dapat membantu warga desa dalam menyelesaikan atau meminimalkan masalah di luar bidang peternakan yaitu diantaranya membantu dalam kegiatan kerja bakti di Kantor Desa Corawali, pembenahan infrastruktu kantor desa Corawali, dan partisipasi dalam HUT kemerdekaan.
B. Pemecahan Masalah
Setelah melakukan pengidentifikasian masalah di Desa Corawali maka kami berusaha untuk mencari pemecahan dari masalah tersebut agar tidak berkelanjutan. Masalah-masalah yang kami temukan dilokasi kami seminarkan dikantor desa yang dihadiri oleh aparat desa, petani dan peternak serta tokoh masyarakat. Dari seminar tersebut kami memberikan solusi untuk mengantisipasi masalah yaitu sebagai berikut
1). Pemecahan Masalah Peternakan
1.memberikan pemahaman kepada mayarakat tentang bahaya Flu Burung (Avian influence) dan pencegahannya melalui beberapa kegiatan diantaranya melaksankan penyuluhan, pembagian brosur, vaksinasi ternak unggas, dan penyemprotan desinfektan untuk sanitasi kandang.
2.meningkatkan pengetahuan khususnya untuk ibu-ibu rumah tangga tentang tekhnologi pengolahan hasil peternakan dengan melakukan kegiatan penyuluhan serta demopembuatan bakso, dan chicken nugget.
3.melakukan pendataan ternak, sebagai wujud dan upaya untuk memberikan informasi kepada masyarakat mengenai potensi peternakan yang mereka miliki.
2). Pemecahan Masalah Umum
Melakukan pembenahan terhadap sarana dan prasarana desa dengan melakukan kegiatan kerja bakti di kantor desa. Dan membantu aparat desa untuk memperbaiki beberapa struktur organisasi yang belum rampung penyusunannya.
BAB IV
HASIL PELAKSANAAN KEGIATAN
Setelah kami melakukan pengidentifikasian selama masa observasi, maka kami pun menyusun program kerja yang kami harapkan dapat mengatasi masalah yang ada di Desa Corawali. Berikut ini paparan hasil pelaksanaan kegiatan yang kami lakukan selama 2 bulan pelaksanaan KKNPAP di Desa Corawali:
A. Pembuatan pakan Alternatif (Amoniasi Jerami)
Jerami merupakan salah satu limbah pertanian yang tidak termanfaatkan. Salah satu alasan masyarakat tidak memanfatkan jerami sebagai pakan adalah kandungan serat kasarnya yang sangat tinggi sehingga susah untuk dicerna oleh ternak. Namun dengan adanya amoniasi jerami ini kandungan serat kasar dari jerami dapat diturunkan sehingga mudah untuk dicerna oleh ternak. Bahan yang digunakan untuk melakukan amoniasi adalah urea sehingga kandungan nitrogen dari jerami dapat juga ditingkatkan. Hasil yang didapat dalam kegiatan ini yaitu 100%
B. Sensus Ternak
Kegiatan ini kami laksanakan setelah melihat realita yang ada bahwa data ternak di desa Corawali sangat kurang. Data ini sangat perlu karena banyak sekali kegiatan yang memerlukan data ternak yang real. Kegiatan ini kami laksanakan paa minggu ke II sampai minggu ke IV dan hasil yang kami peroleh 100% terlaksana. Adapun kendala yang kami hadapi dalam kegiatan ini adalah banyaknya penduduk yang menyembunyikan data ternaknya dengan cara memberikan data yang salah dan lokasinya yang sangat jauh.
D. Vaksinasi AI (Avian Influence) dan sanitasi kandang (Desinfektan)
Vaksinasi Flu Burung dilaksanakan pada minggu ke II hingga minggu ke III dan dilakukan di 3 dusun yang ada di Desa Corawali diantaranya Dusun Ance dan Dusun Allupange. Hasil yang dicapai 70% karena dalam pelaksanaannya banyak terdapat hambatan, seperti kegiatan ini dilakukan hanya di 2 dusun, masih kurangnya kesadaran dan antusias masyarakat mengenai vaksinasi dan masih adanya ketakutan masyarakat untuk divaksin ternaknya..
E. Pengolahan Hasil Ternak
Program kerja yang dilaksanakan pada minggu ke IV tanggal 28 Juli 2007 yaitu mengenai Pengolahan Hasil Ternak dan dibagi atas dua item kegiatan yaitu Pembuatan Bakso, Chicken Nugget dan Ayam krispi. Kegiatan ini dilakukan dengan maksud memberikan informasi kepada masyarakat tentang pengolahan hasil ternak sehingga dapat bernilai ekonomis. Pengolahan Hasil Ternak dilakukan di dusun Ance tetapi dihadiri oleh ibu-ibu rumah tangga yang ada di Desa Corawali, adapun hasil yang dicapai adalah 90 % karena dalam pelaksanaannya terdapat hambatan seperti harga bahan yang sangat mahal dan keterbatasan alat yang digunakan, jadi untuk menutupi hambatan yang ada maka mahasiswa KKNPAP mengatur jadwal pemakaian alat (food processor) yang akan digunakan dengan posko lain.
F. Pemutaran Film Flu Burung
Pemutaran film mengenai flu burung dilakukan bertujuan untuk menambah wawasan masyarakat peternak mengenai flu burung, dimana dilaksanakan pada minggu VI tanggal 9 Agustus 2007 di dusun Ance. Hasil yang dicapai dalam kegiatan tersebut adalah 100 % dikarenakan antusias warga sangat tinggi untuk menghadiri kegiatan tersebut. Selain itu, untuk menambah daya tarik warga maka kami memutarkan film bertajuk nasionalisme sehingga masyarakat mengetahui makna kemerdekaan yang sesungguhnya.
G. Kampanye Gizi
Kampanye gizi yang dilaksanakan pada minggu ke VII tanggal 14 Agustus 2007 di SD Negeri 16 Ance yang diikuti sekitar 46 siswa. Dimana para siswa diberikan pemahaman tentang pentingnya mengkonsumsi produk peternakan dengan gizi hewani yang terkandung di dalamnya sangat baik untuk pertumbuhan. Kegiatan ini dilakukan dengan membagikan segelas susu dan sebutir telur ayam kepada siswa untuk dikonsumsi.
H. Pembenahan Infrastruktur Kantor Desa dan Hari Bersih
Program kerja yang dilakukan diluar profesi peternakan diantaranya Pembenahan Infrstruktur di Kantor desa Corawali dan hari bersih yang dilaksanakan pada minggu ke II sampai minggu ke VIII dan terealisasi setiap hari sabtu atau minggu. Kegiatan ini dilakukan bertujuan untuk menata kondisi fisik kantor desa agar terlihat bersih dan indah. Hasil yang dicapai dalam kegiatan ini adalah 50% .
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan pelaksanaan program kerja Desa Corawali pada KKNPAP Gel. IV Tahun 2007, maka dapat diambil suatu kesimpulan sebagai berikut :
Dalam penyusunan program kerja terbagi dalam 2 bagian yaitu yang berhubungan langsung dengan kegiatan agribisnis peternakan dan program yang sifatnya umum.
Hasil yang dicapai dari keseluruhan pelaksanaan program kerja sangat memuaskan yang memiliki persentase antara 80 – 100 %
Program kerja yanag bersentuhan dengan dunia peternakan sangat membantu peternak dalam menekan biaya produksi dan memberikan pengetahuan tambahan mengenai Pengadaan bahan pakan ternak yang baik serta tatacara/manajemen ternak.
Program kerja yang bersifat umum sangat membantu masayarakat pada umumya dan para siswa sekolah pada khususnya dengan adanya informasi mengenai Fakultas Peternakan pada khususnya dan Universitas Hasanuddin pada umumnya.
Saran
Dalam pelaksanaan KKN selanjutnya, diharapkan agar supervisior mampu memberikan data lokasi secara lengkap kepada mahasiswa sebelum pelaksanaan KKN, supervisior juga diharapkan membantu mahasiswa dalam penentuan dan pelaksanaan program kerja masing-masing
Senin, 08 Juni 2009
Enzim Daging
Oleh Muh.Rustam Syahputra, S.Pt
Jurusan Teknologi Hasil Ternak
Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin
Latar Belakang
Enzim merupakan suatu produk dari atu proses biologis yang merupakan kombinasi berbagai jenis enzim pencernaan antara lain Alfa amilase, Beta gluconate, Pectinase, Celulase, Pullulanase, Endoprotease dan lain-lain. Enzim dapat diperoleh dari tanaman, hewan dan mikroba. Namun yang paling, menguntungkan adalah dari mikroba karena dapat diproses dalam waktu singkat, mutunya lebih seragam dan harganya relatif murah. Sifat umum enzim adalah sebagai katalisator untuk reaksi kimia pada sistem biologis, dan pada hakekatnya semua reaksi biokimia dikatalis oleh enzim.
Akhir-akhir ini enzim banyak dipromosikan sebagai imbuhan pakan ternak yang bertujuan untuk mengurangi atau menghancurkan faktor-faktor anti nutrisi yang ada dalam pakan, meningkatkan daya cerna bahan pakan, meningkatkan ketersediaan zat- zat gizi tertentu dan mengurangi masalah polusi akibat kotoran ternak. Sehingga dengan penambahan enzim ke dalam pakan bertujuan untuk mempercepat proses pencernaan dan mempertinggi penggunaan pakan bagi tubuh.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas enzim adalah konsentrasi substrat, konsentrasi enzim, inhibitor/zat penghambat, temperatur, dan derajat keasaman. Enzim menurut susunan kimianya termasuk protein. Seperti halnya protein, enzim akan terdenaturasi oleh panas, terendapkan oleh etanol dan garam-garam organik seperti amonium sulfat dan natrium sulfat serta tidak dapat melewati membran semi permiabel atau tidak terdialisasi.
Maksud Dan Tujuan
Maksud dan Tujuan dari diskusi daging ini adalah untuk memberikan pengertian dan pemahaman kepada mahasiswa, khususnya yang mengambil program matakuliah enzim pangan hasil ternak, sejauh mana peranan enzim yang bekerja dalam daging dan apa keuntungan yang dihasilkan dalam peranan enzim dalam pengolahan daging. Yang pada akhir semuanya menjadi informasi penting untuk diterapkan dikemudian hari dalam tingkat industri daging.
1.1.Penggemukan Daging Dengan Enzim Tanaman
1.2.Penggolangan Daging Dengan Enzim Eksogen
Golongan enzim eksogen yang merupakan enzim proteolitik yang bekerja pada proses pengempukan daging juga golongan eksopeptidase yaitu enzim pengempuk daging yang berasal dari luar sel atau lingkungan. Penggunaan enzim dilakukan dengan cara penaburan di atas daging, perendaman dalam larutan enzim dan penyuntikan pada bagian karkas.
Beberapa enzim dalam tanaman yang memiliki peranan dalam proses pengempukan daging seperti papain, bromelin dan fisin yang banyak digunakan meskipun sesungguhnya ketiga enzim tersebut berbeda cara hidrolisanya namun fisin mempunyai keaktifan paling baik dalam menghidrolisis serabut otot, kolagen dan elastin.
a) Bromelin
Enzim bromelin, berasal dari nenas. Walaupun nilai komersilanya tidak setinggi papain tetapi protease ini dapat dipertimbangkan khususnya dari limbah industri yang mengolah nenas. Aktivitas enzim bromelin dipengaruhi oleh kematangan buah, konsentrasi pemakain dan waktu penggunaan. Untuk mendapatkan hasil yang maksimum sebaiknya digunakan buah yang muda.
b) Papain
Enzim papain dari getah pepaya dapat disadap dari buahnya yang berumur 2,5 – 3 bulan dimana dapat digunakan untuk pengempukan daging disamping sebagai penjernih pada industri minuman bir, industri tekstil, industri penyamakan kulit, industri farmasi dan alat – alat kecantkan ( kosmetik ). Enzim papain mempunyai daya tahan terhadap panas. Suhu optimumnya berkisar 60-700C. aktivitasnya berkurang sekitar 20 % pada pemanasan 700C selama 30 menit pada pH 7. Papain menghidrolisis serabut otot dan elastin lebih baik daripada kolagen. Papain cocok dipergunakan sebagai pengempukan daging karena aktif pada keadaan pH daging.
c) Fisin
Fisin adalah preparat enzim fisin baik dalam bentuk kasar ataupun kristal. Keaktifan fisin hampir sama dengan papain. Enzim ini dapat diaktifkan dengan senyawa tiol dan diinaktifkan oleh senyawa suifhidril dan oleh logam berat Hg. Fisin mempunyai kestabilan yang baik pada pH 3,5 – 9,0. suhu optimum tergantung pada reaksinya, biasanya sekitar 600 dan pada 800 fisin hilang keaktifannya.
2.1.Penggemukan Daging Dengan Katepsin Dan Kalpain
2.2.Penggolangan Daging ngan Enzim Endogen
Golongan ini disebut juga endopeptidase, yaitu enzim penggemukan daging yang berasal dari dalam sel atau tubuh. Pemeraman dapat membantu pengempukan daging. Selama pemeraman, terjadi proses hidrolisis yang dilakukan oleh enzim terutama enzim katepsin yang keaktifannya sangat baik pada suhu dingin.
Enzim dapat menyebabkan perubahan cita rasa, warna, tekstur dan sifat –sifat lain dari bahan pangan. Pencernaan oleh enzim merupakan proses hidrolisa yang memecahkan nutrient kompleks menjadi molekul kecil sehingga dapat diabsorbsi melalui dinding usus. Enzim endogen merupakan golongan enzim yang terdapat secara alami dalam suatu pangan yang memiliki peranan dalam proses perbaikan kualitas pangan. yaitu memberikan keempukan pada daging. Enzim – enzim proteolitik ysng memiliki peran aktif dalam proses pengempukan daging yaitu
1. Kalpain
Kalpain terbentuk pada saat prarigor. Kalpain terdapat dalam serat otot akan membantu dalam proses maturasi atau aging. Kalpain dapat aktif ( bekerja ) jika ada kalsium. Dengan demikian kalsium dapat ada secara alami dalam otot dengan cara pada saat otot relaksasi yang akan merangsang keluarnya ion kalsium sehingga dapat mengaktifkan kalpain. Penambahan atau pemberian kalsium dari luar akan dimanfaatkan oleh enzim kalpain sehingga daging akan empuk. Pada saat terjadinya prarigor ATP yang tersisa memungkinkan terlepasnya ion kalsium dan mengaktifkan enzim kalpain kembali sehingga daging terasa empuk.
Enzim kalpain memiliki inhibitor yang dapat menghambat kerja dari kalpain yakni yang disebut dengan kalpastatin. Jika jumlah kalpastatin lebih banyak daripada kalpain maka secara otomatis kalpain tidak akan berfungsi/bekerja optimal
2. Katepsin
Katepsin terbentuk pada sat pascarigor. Katepsin terbagi atas katepsin B, D, T, L dan H. Katepsin D merupakan enzim peptidase asam yang mengandung asam asparat sebagai aktif sidenya. pH optimumnya 2,8 – 4,0 tergantung sumber enzimnya. Katepsin D dapat mendegradasi aktin dan miosin menjadi fragmen- fragmen peptida dimana aktifitasnya menurun pada pH mendekati 5,5
Katepsin B mendegradasi protein pada pH 5,2 yang dapat dihambat oleh leopeptin.pentapeptida, pepstatin merupakan inhibitor katepsin D dan proteinase asam lainnya. Disamping itu katepsin B mampu mendegradasi miosin dan aktin dalam jumlah yang relatif sedikit daripada miosin
Penggemukan Daging Dengan Enzim Kolagenase
Kolagen juga memiliki peranan dalam keempukan daging. Enzim yang berperan dalam pelarutan serabut kolagen adalah enzim lisosomal glikosidase selama pelayuan (aging). Serabut otot juga dilaporkan mengandung kolagenase, dismping itu leukosit mengandung kolagenase, elastase dan katepsin G yang semuanya dapat mendegradasi kolagen.
Kolagen sendiri memiliki pengertian yaitu protein yang paling luas yang terdapat di dalam tubuh hewan ataupun manusia. Juga kolagen merupakan protein struktural pokok dari jaringan ikat dan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kealotan daging. Kolagen dapat bekerja pada temperatur 50 – 700C. Kolagen juga memegang peranan dalam keempukan daging. Kandungan kolagen otot dan umur ternak ikut menentukan kealotan daging. Enzim yang memiliki peranan dalam proses pelarutan serabut kolagen dalam otot adalah enzim lisosamal glikosidase selama pelayuan ( aging ).
Enzim kolagenase merupakan enzim yang dapat menghidrolisis kolagen atau enzim yang bekerja pada serat kolagen dalam jaringan ikat. Enzim kollagenase termasuk ke dalam golongan enzim eksogen ( dari luar ) dimana enzim ini dihasilkan oleh mikroba/ bakteri yaitu jenis bakteri Clotrodium sp. Karna enzim ini bekerja pada serat kolagen dalam jaringan ikat maka memiliki nama enzim kolagease. Mekanisme kerja enzim kolagenase dalam membantu proses keempukan daging yakni pada saar pemberian enzim ini ke dalam daging pada saat prarigor maka akan menghidrolisis kolagen sehingga pada akhirnya akan mengurangi jumlah serat kolagen dalam daging.
Otot mengandung kolagenase dalam jumlah yang secara relatif tidak dapat dideteksi secara pasti atau sangat sedikit. Serabut otot juga dilaporkan mengandung kolagenase disamping itu leukosit mengandung kolagenase, elastase dan katepsin C yang semuanya itu dapat mendegradasi kolagen. Oleh karena jumlah kolagen dalam jaringan ikat sangat banyak sehingga banyak sedikitnya kolagen dalam daging menjadi faktor penentu ( indikator ) keempukan daging.
KESIMPULAN
Dari beberapa penjelasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :.
Papain, bromelin dan fisin merupakan golongan enzim eksogen ang merupakan enzim proteolitik yang bekerja pada proses pengempukan daging
Enzim kolagenase adalah golongan enzim eksogen yang berfungsi sebagai pengempuk daging dimana menghidrolisis kolagen / serat kolagen /jaringan ikat yang dihasilkan oleh mikroba/ bakteri yakni Clotrodium sp.
enzim kalpain dan enzim katepsin ( B, D, H, L,dan N ) merupakan enzim – enzim proteolitik yang memiliki
peran aktif dalam proses pengempukan
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. ENZYM . http//www.Aps.Uoguelph.Ca diakses tanggal 20 September 2007.
Anonim. 2004. ENZIM PANGAN . Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin Makasaar.
Soeparno. 1994. Ilmu Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Oleh Muh.Rustam Syahputra, S.Pt
Jurusan Teknologi Hasil Ternak
Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin
Latar Belakang
Enzim merupakan suatu produk dari atu proses biologis yang merupakan kombinasi berbagai jenis enzim pencernaan antara lain Alfa amilase, Beta gluconate, Pectinase, Celulase, Pullulanase, Endoprotease dan lain-lain. Enzim dapat diperoleh dari tanaman, hewan dan mikroba. Namun yang paling, menguntungkan adalah dari mikroba karena dapat diproses dalam waktu singkat, mutunya lebih seragam dan harganya relatif murah. Sifat umum enzim adalah sebagai katalisator untuk reaksi kimia pada sistem biologis, dan pada hakekatnya semua reaksi biokimia dikatalis oleh enzim.
Akhir-akhir ini enzim banyak dipromosikan sebagai imbuhan pakan ternak yang bertujuan untuk mengurangi atau menghancurkan faktor-faktor anti nutrisi yang ada dalam pakan, meningkatkan daya cerna bahan pakan, meningkatkan ketersediaan zat- zat gizi tertentu dan mengurangi masalah polusi akibat kotoran ternak. Sehingga dengan penambahan enzim ke dalam pakan bertujuan untuk mempercepat proses pencernaan dan mempertinggi penggunaan pakan bagi tubuh.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas enzim adalah konsentrasi substrat, konsentrasi enzim, inhibitor/zat penghambat, temperatur, dan derajat keasaman. Enzim menurut susunan kimianya termasuk protein. Seperti halnya protein, enzim akan terdenaturasi oleh panas, terendapkan oleh etanol dan garam-garam organik seperti amonium sulfat dan natrium sulfat serta tidak dapat melewati membran semi permiabel atau tidak terdialisasi.
Maksud Dan Tujuan
Maksud dan Tujuan dari diskusi daging ini adalah untuk memberikan pengertian dan pemahaman kepada mahasiswa, khususnya yang mengambil program matakuliah enzim pangan hasil ternak, sejauh mana peranan enzim yang bekerja dalam daging dan apa keuntungan yang dihasilkan dalam peranan enzim dalam pengolahan daging. Yang pada akhir semuanya menjadi informasi penting untuk diterapkan dikemudian hari dalam tingkat industri daging.
1.1.Penggemukan Daging Dengan Enzim Tanaman
1.2.Penggolangan Daging Dengan Enzim Eksogen
Golongan enzim eksogen yang merupakan enzim proteolitik yang bekerja pada proses pengempukan daging juga golongan eksopeptidase yaitu enzim pengempuk daging yang berasal dari luar sel atau lingkungan. Penggunaan enzim dilakukan dengan cara penaburan di atas daging, perendaman dalam larutan enzim dan penyuntikan pada bagian karkas.
Beberapa enzim dalam tanaman yang memiliki peranan dalam proses pengempukan daging seperti papain, bromelin dan fisin yang banyak digunakan meskipun sesungguhnya ketiga enzim tersebut berbeda cara hidrolisanya namun fisin mempunyai keaktifan paling baik dalam menghidrolisis serabut otot, kolagen dan elastin.
a) Bromelin
Enzim bromelin, berasal dari nenas. Walaupun nilai komersilanya tidak setinggi papain tetapi protease ini dapat dipertimbangkan khususnya dari limbah industri yang mengolah nenas. Aktivitas enzim bromelin dipengaruhi oleh kematangan buah, konsentrasi pemakain dan waktu penggunaan. Untuk mendapatkan hasil yang maksimum sebaiknya digunakan buah yang muda.
b) Papain
Enzim papain dari getah pepaya dapat disadap dari buahnya yang berumur 2,5 – 3 bulan dimana dapat digunakan untuk pengempukan daging disamping sebagai penjernih pada industri minuman bir, industri tekstil, industri penyamakan kulit, industri farmasi dan alat – alat kecantkan ( kosmetik ). Enzim papain mempunyai daya tahan terhadap panas. Suhu optimumnya berkisar 60-700C. aktivitasnya berkurang sekitar 20 % pada pemanasan 700C selama 30 menit pada pH 7. Papain menghidrolisis serabut otot dan elastin lebih baik daripada kolagen. Papain cocok dipergunakan sebagai pengempukan daging karena aktif pada keadaan pH daging.
c) Fisin
Fisin adalah preparat enzim fisin baik dalam bentuk kasar ataupun kristal. Keaktifan fisin hampir sama dengan papain. Enzim ini dapat diaktifkan dengan senyawa tiol dan diinaktifkan oleh senyawa suifhidril dan oleh logam berat Hg. Fisin mempunyai kestabilan yang baik pada pH 3,5 – 9,0. suhu optimum tergantung pada reaksinya, biasanya sekitar 600 dan pada 800 fisin hilang keaktifannya.
2.1.Penggemukan Daging Dengan Katepsin Dan Kalpain
2.2.Penggolangan Daging ngan Enzim Endogen
Golongan ini disebut juga endopeptidase, yaitu enzim penggemukan daging yang berasal dari dalam sel atau tubuh. Pemeraman dapat membantu pengempukan daging. Selama pemeraman, terjadi proses hidrolisis yang dilakukan oleh enzim terutama enzim katepsin yang keaktifannya sangat baik pada suhu dingin.
Enzim dapat menyebabkan perubahan cita rasa, warna, tekstur dan sifat –sifat lain dari bahan pangan. Pencernaan oleh enzim merupakan proses hidrolisa yang memecahkan nutrient kompleks menjadi molekul kecil sehingga dapat diabsorbsi melalui dinding usus. Enzim endogen merupakan golongan enzim yang terdapat secara alami dalam suatu pangan yang memiliki peranan dalam proses perbaikan kualitas pangan. yaitu memberikan keempukan pada daging. Enzim – enzim proteolitik ysng memiliki peran aktif dalam proses pengempukan daging yaitu
1. Kalpain
Kalpain terbentuk pada saat prarigor. Kalpain terdapat dalam serat otot akan membantu dalam proses maturasi atau aging. Kalpain dapat aktif ( bekerja ) jika ada kalsium. Dengan demikian kalsium dapat ada secara alami dalam otot dengan cara pada saat otot relaksasi yang akan merangsang keluarnya ion kalsium sehingga dapat mengaktifkan kalpain. Penambahan atau pemberian kalsium dari luar akan dimanfaatkan oleh enzim kalpain sehingga daging akan empuk. Pada saat terjadinya prarigor ATP yang tersisa memungkinkan terlepasnya ion kalsium dan mengaktifkan enzim kalpain kembali sehingga daging terasa empuk.
Enzim kalpain memiliki inhibitor yang dapat menghambat kerja dari kalpain yakni yang disebut dengan kalpastatin. Jika jumlah kalpastatin lebih banyak daripada kalpain maka secara otomatis kalpain tidak akan berfungsi/bekerja optimal
2. Katepsin
Katepsin terbentuk pada sat pascarigor. Katepsin terbagi atas katepsin B, D, T, L dan H. Katepsin D merupakan enzim peptidase asam yang mengandung asam asparat sebagai aktif sidenya. pH optimumnya 2,8 – 4,0 tergantung sumber enzimnya. Katepsin D dapat mendegradasi aktin dan miosin menjadi fragmen- fragmen peptida dimana aktifitasnya menurun pada pH mendekati 5,5
Katepsin B mendegradasi protein pada pH 5,2 yang dapat dihambat oleh leopeptin.pentapeptida, pepstatin merupakan inhibitor katepsin D dan proteinase asam lainnya. Disamping itu katepsin B mampu mendegradasi miosin dan aktin dalam jumlah yang relatif sedikit daripada miosin
Penggemukan Daging Dengan Enzim Kolagenase
Kolagen juga memiliki peranan dalam keempukan daging. Enzim yang berperan dalam pelarutan serabut kolagen adalah enzim lisosomal glikosidase selama pelayuan (aging). Serabut otot juga dilaporkan mengandung kolagenase, dismping itu leukosit mengandung kolagenase, elastase dan katepsin G yang semuanya dapat mendegradasi kolagen.
Kolagen sendiri memiliki pengertian yaitu protein yang paling luas yang terdapat di dalam tubuh hewan ataupun manusia. Juga kolagen merupakan protein struktural pokok dari jaringan ikat dan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kealotan daging. Kolagen dapat bekerja pada temperatur 50 – 700C. Kolagen juga memegang peranan dalam keempukan daging. Kandungan kolagen otot dan umur ternak ikut menentukan kealotan daging. Enzim yang memiliki peranan dalam proses pelarutan serabut kolagen dalam otot adalah enzim lisosamal glikosidase selama pelayuan ( aging ).
Enzim kolagenase merupakan enzim yang dapat menghidrolisis kolagen atau enzim yang bekerja pada serat kolagen dalam jaringan ikat. Enzim kollagenase termasuk ke dalam golongan enzim eksogen ( dari luar ) dimana enzim ini dihasilkan oleh mikroba/ bakteri yaitu jenis bakteri Clotrodium sp. Karna enzim ini bekerja pada serat kolagen dalam jaringan ikat maka memiliki nama enzim kolagease. Mekanisme kerja enzim kolagenase dalam membantu proses keempukan daging yakni pada saar pemberian enzim ini ke dalam daging pada saat prarigor maka akan menghidrolisis kolagen sehingga pada akhirnya akan mengurangi jumlah serat kolagen dalam daging.
Otot mengandung kolagenase dalam jumlah yang secara relatif tidak dapat dideteksi secara pasti atau sangat sedikit. Serabut otot juga dilaporkan mengandung kolagenase disamping itu leukosit mengandung kolagenase, elastase dan katepsin C yang semuanya itu dapat mendegradasi kolagen. Oleh karena jumlah kolagen dalam jaringan ikat sangat banyak sehingga banyak sedikitnya kolagen dalam daging menjadi faktor penentu ( indikator ) keempukan daging.
KESIMPULAN
Dari beberapa penjelasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :.
Papain, bromelin dan fisin merupakan golongan enzim eksogen ang merupakan enzim proteolitik yang bekerja pada proses pengempukan daging
Enzim kolagenase adalah golongan enzim eksogen yang berfungsi sebagai pengempuk daging dimana menghidrolisis kolagen / serat kolagen /jaringan ikat yang dihasilkan oleh mikroba/ bakteri yakni Clotrodium sp.
enzim kalpain dan enzim katepsin ( B, D, H, L,dan N ) merupakan enzim – enzim proteolitik yang memiliki
peran aktif dalam proses pengempukan
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. ENZYM . http//www.Aps.Uoguelph.Ca diakses tanggal 20 September 2007.
Anonim. 2004. ENZIM PANGAN . Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin Makasaar.
Soeparno. 1994. Ilmu Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
PENGARUH STIMULASI LISTRIK TERHADAP JENIS OTOT YANG BERBEDA PADA SAPI BALI1
Muh Rustam2. Effendy Abustam3
ABSTRAK
PENDAHULUAN
Daging merupakan salah satu bahan asal hewan yang paling banyak disukai oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan akan gizi. Hal ini dikarenakan daging sudah dikenal sebagai salah satu bahan makanan yang hampir sempurna, karena mengandung gizi yang lengkap dan dibutuhkan oleh tubuh, yaitu protein hewani, energi, air, mineral dan vitamin serta memiliki rasa dan aroma yang enak (Anonim, 2006).
1 Makalah disajikan pada Seminar Jurusan Program Studi Teknologi Hasil Ternak
Fakultas Pternakan Universitas Hasanuddin.
2 Penyaji Makalah
3 Pembimbing
Kualitas merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan dalam produksi daging. Kualitas daging dapat ditentukan berdasarkan parameter spesifiknya, yaitu: warna, daya ikat air, pH daging, susut masak, keempukan dan tekstur. Kualitas daging lokal yang beredar di pasaran kurang disukai, disebabkan beberapa faktor antara lain higienitas dan keempukan daging yang masih rendah. Salah satu cara untuk memperbaiki kualitas daging yaitu dengan cara pemberian stimulasi listrik.
Stimulasi listrik adalah suatu teknik dimana aliran listrik diaplikasikan pada karkas mata rantai penyembelihan agar terjadi kontraksi otot. Stimulasi listrik mempunyai dampak terhadap penurunan pH yang pada akhirnya rigormortis terbentuk lebih awal. Penurunan pH yang cepat dapat diikuti dengan percepatan pengolahan daging tanpa akibat yang diharapkan terhadap penurunan kualitas daging (Abustam, 2004).
Stimulasi listrik pada karkas dapat menyebabkan warna otot lebih merah terang, kekerasan/kekompakan otot dan solidifikasi marbling berkembang lebih cepat dibandingkan dengan nonstimulasi. Stimulasi listrik mereduksi kemungkinan insiden warna daging yang gelap dan pembentukan ikatan serabut yang kasar pada permukaan lapisan otot yang didinginkan dengan cepat (Soeparno, 2005).
PEMBAHASAN
Tinjauan Umum Daging Sapi
Indonesia mempunyai 5 jenis sapi unggul yaitu Ongol, Bali, Madura, Grati dan Kelantan. Sumbangan sapi dalam produksi daging pada tahun 1973 adalah sebanyak 123.000 ton atau 37,3%. Sebagian besar produksi daging adalah dari ternak yang lebih tua yang telah dipakai tenaganya, sehingga daging yang dihasilkan cenderung memiliki kualitas yang kurang bagus (Buckle, dkk, 1987).
Daging merupakan serabut otot yang dilekatkan bersama oleh jaringan ikat dan diselingi dengan serabut syaraf dan pembuluh darah. Berdasarkan keadaan fisik daging dapat dikelompokkan menjadi 1) daging segar yang dilayukan, 2) daging segar yang dilayukan kemudian didinginkan (daging dingin), 3) daging segar dilayukan, didinginkan kemudian dibekukan (daging beku), 4) daging masak, 5) daging asap, 6) daging olahan (Tabrany, 2001).
Sugeng (2005), laju pertumbuhan semakin cepat pada saat peyapihan hingga pubertas. Dari usia penyapihan hingga usia pubertas laju pertumbuhan masih bertahan pesat, akan tetapi diusia pubertas hingga usia jual laju pertumbuhannya mulai menurun hingga usia dewasa dengan umur 4 tahun, penimbunan lemak terjadi sesudah hewan mencapai kedewasaan tubuh, yakni sesudah pertumbuhan jaringan tulang dan otot selesai. Kemudian diikuti pertumbuhan lemak. Oleh karena itu, sapi yang dipotong pada usia muda 1,5 - 2,5 tahun persentase dagingnya lebih tinggi sebab belum banyak tertimbun lemak.
Kontribusi jaringan ikat pada kekerasan daging juga sangat penting seperti pada jaringan muskuler. Kandungan, kualitas dan penyebaran jaringan ikat dalam otot merupakan penanggungjawab utama terhadap perbedaan kekerasan antar otot. Beberapa peneliti menemukan korelasi antara daya putus dengan kandungan kolagen pada otot Longissimus dorsi dan Semitendinosus yang cukup rendah. Kandungan kolagen daging sapi bervariasi, tergantung pada jenis otot dan umur ternak, variasi ini sangat besar pada otot empuk dan ternak umur muda yang mana 48-66% dapat menjelaskan variasi keempukan daging (Abustam, 2004).
Otot merupakan jaringan yang mempunyai struktur dan fungsi utama sebagai penggerak. Ciri suatu otot mempunyai hubungan yang erat dengan fungsinya. Karena fungsinya, maka jumlah jaringan ikat berbeda-beda dintara jaringan otot. Jaringan ikat ini berhubungan dengan kealotan daging (Soeparno, 2005).
Abustam (1990) menyatakan bahwa otot Pectoralis profundus merupakan otot yang paling keras dibandingkan dengan otot Semitendinosus dan Longssimus dorsi. Hal ini disebabkan karena ketiga otot tersebut berada dalam kualitas jaringan ikatnya, dimana otot Pectoralis profundus memilki jaringan ikat yang paling banyak sehingga memberikan keempukan yang paling rendah.
Stimulasi Listrik
Stimulasi listrik ditujukan untuk mempercepat rigormortis agar kontraksi otot penyebab pemendekan otot dapat dihindari sehingga daging menjadi lebih empuk dan meningkatkan cita rasa (flavor) daging (Tetty, 2006). Lebih lanjut dikatakan oleh Soeparno (2005), bahwa pada prinsipnya, stimulasi listrik akan mempercepat proses glikolisis postmortem yang terjadi selama konversi otot menjadi daging, dan dapat mengubah karakteristik palabilitas daging. Stimulasi listrik terhadap karkas telah terbukti mempercepat habisnya ATP dan penurunan pH pada ayam; mempercepat laju glikolisis pada kelinci; mempercepat glikolisis postmortem, mencegah pemendekan otot karena temperatur dingin yang disebut cold-shortening dan meningkatkan keempukan daging pada domba; dan memperbaiki keempukan serta flavor pada daging sapi.
Stimulasi listrik memperpendek waktu pencapaian rogormortis melaui dua fase yaitu akselarasi glikolisis, yaitu fase selama stimulasi dan fase setelah stimulasi menurun. Setelah fase ini karkas yang masih hangat dapat didinginkan dengan cepat pada temperatur 10C tanpa menyebabkan pemendekan otot, kemudian karkas dapat dibekukan dengan tepat tanpa menyebabkan pemendekan otot prerigor dan kekakuan setelah pencairan kembali daging beku yang disebut thaw rigor (Lawrie, 2003).
Stimulasi menyebabkan konsumsi ATP yang dipercepat, dengan dampak penurunan pH yang pada akhirnya rigormortis terbentuk lebih awal. Resiko pengkerutan karena dingin terhindari dan dengan demikian akan diperoleh daging tanpa pemendekan pada pendinginan yang lebih awal daripada biasanya sehingga akan memperbaiki kualitas dan higienitas dari karkas dan daging (Abustam, 2004).
Umumnya dikenal dua metode stimulasi listrik, yaitu 1) voltase rendah. Stimulasi listrik dengan voltase rendah ditandai dengan tegangan yang tidak melebihi 100 volt, diaplikasikan segera setelah penyembelihan dengan lama perangsangan selama 30 detik. Aliran listrik akan merangsang sistem syaraf ternak yang masih berfungsi, memberikan perintah kontraksi dan secara paralel medan listrik yang terbentuk pada karkas akan menyebabkan kontraksi muskuler. 2) voltase tinggi. Stimulasi listrik dengan tegangan tinggi ditandai dengan tegangan yang melebihi diatas 300 volt, pada umumnya 500 – 1200 volt dan dapat diaplikasikan agak lebih lambat setelah penyembelihan ternak, 30 – 40 menit setelah pemingsanan, biasanya pada rantai eviserasi dan pembelahan karkas. Lama perangsangan yang direkomendasikan adalah 1 – 2 menit (Abustam, 2004).
Keempukan Daging
Perubahan otot menjadi daging terjadi secara biokimia dan biofisika ditandai dengan menurunnya pH melalui pembentukan asam laktat dan glikolisis secara anaerobik. Mekanisme anerobik ini terjadi karena otot-otot tidak lagi mendapatkan oksigen akibat terhentinya peredaran darah, sementara otot masih tetap hidup dengan menghabiskan cadangan energinya. Pembentukan asama laktat yang tidak cukup disebabkan karena penurunan glikogen yang hebat sebelum ternak dipotong, dapat menyebabkan daging berwarna gelap, tekstunya keras yang sering disebut ”dark cutting beef” atau DCB (Abustam, 2004).
Kualitas daging dapat dinilai berdasarkan organoleptik dimana pada penelitian organoleptik, keempukan merupakan faktor utama (kurang lebih 64%) dalam penilaian kualitas daging oleh konsumen (Abustam, 2004), selain keempukan kualitas daging berdasarkan penilaian organoleptik mencakup pula warna, cita rasa, dan juiceness (Soeparno, 2005). Selanjutnya dikatakan oleh Lawrie (2003), penampilan permukaan daging oleh konsumen tergantung pada mioglobin dan lebih mendasar pada tipe melekul mioglobin. Faktor yang mempengaruhi kualitas mioglobin adalah aktivitas urat daging yang tinggi yang menyebabkan terbentuknya mioglobin yang lebih banyak.
Lawrie (2003) menyatakan bahwa tekstur dengan mata adalah suatu fungsi ukuran dari berkas-berkas serat dimana setiap perimisium dari tenunan pengikat membagi-bagi urat daging secara longitudunal. Ukuran berkas tidak hanya ditentukan oleh jumlah serat, tetapi juga oleh ukuran serat. Ukuran kasar suatu tekstur akan meningkat bersama dengan umur. Pada umumnya sifat kasar dari tekstur akan lebih besar dibanding dengan hewan betina.
Abustam (2004), bahwa keempukan daging ditentukan oleh sifat-sifat myofibril dan jaringan ikat sebagai komponen utama pada otot. Keempukan daging bervariasi antar otot. Jumlah jaringan ikat dalam otot mempengaruhi tekstur daging. Otot yang lebih banyak bergerak selama hewan masih hidup teksturnya terlihat lebih kasar sedangkan otot yang kurang bergerak teksturnya terlihat lebih halus. Hal ini disebabkan adanya perbedaan dalam jaringan ikat yang ikut berperan dalam aktivitas otot. Otot yang teksturnya kasar, kurang empuk dibandingkan dengan otot yang teksturnya halus.
Jaringan ikat otot terdiri dari epimisium yang terdapat di sekeliling otot; perimisium terletak diantara fasikuli, dan endomisium yang terdapat disekeliling sel otot atau serabut otot. Setiap jaringan ikat terdiri dari serabut-serabut kolagen. Endomisium mengelilingi membran sel (sarkolema). Serabut-serabut kolagen endomisium sangat kecil dan sering disebut serabut retikular (Soeparno, 2005). Lebih lanjut dikatakan oleh Lawrie (2003) sifat tenunan pengikat berbeda pada tiap umur ternak. Derajat ikatan silang intra dan intramuskuler antara rantai-rantai polipeptida dalam kolagen meningkat dengan meningkatnya umur hewan. Pada hewan-hewan muda hampir semua ikatan silang (dapat direduksi , labil terhadap panas dan asam), meningkat sampai umur dua tahun, kemudian secara perlahan diganti oleh ikatan-ikatan yang stabil terhadap panas.
Ciri suatu otot mempunyai hubungan yang erat dengan fungsinya. Karena fungsinya, maka jumlah jaringan ikat berbeda-beda diantara jaringan otot. Jaringan ikat ini berhubungan dengan kealotan daging. Perbedaan keempukan berdasarkan daya putus daging dari 3 jenis otot yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Nilai Rata-Rata Daya Putus Daging Sapi Bali (kg/cm2) berdasarkan stimulasi listrik dan jenis otot
Perlakuan
Jenis Otot
Rata-Rata
LD
ST
PP
Non Stimulasi
5,37
6,85
7,96
6,73
Stimulasi Listrik
3,75
5,29
6,22
5,09
Rata-Rata
4,56
6,07
7,09
Sumber : Musdalifah, 2005.
Berdasarkan Tabel 1, menunjukkan bahwa dengan pemberian rangsangan stimulasi listrik pada ketiga jenis otot yang berbeda memperlihatkan daya putus yang lebih rendah yaitu 5,09 kg/cm dibandingkan dengan non stimulai listrik yaitu 6,73 kg/cm. Hal ini disebabkan karena dengan pemberian stimulasi listrik dapat mempercepat terjadinya rigormortis, mempercepat habisnya ATP, dan mempercepat penurunan pH. Hal ini sesuai dengan pendapat Soeparno (2005) yang menyatakan bahwa stimulasi listrik dapat mempercepat proses gliolisis postmortem yang terjadi selama konversi otot menjadi daging, dan dapat mengubah karakteristik palatabilitas daging. Stimulasi listrik terhadap karkas telah terbukti mempercepat habisnya ATP dan penurunan pH pada ayam: mempercepat laju glikolisis pada kelinci; mempercepat glikolisis postmortem, mencegah pemendekan otot karena temperatur dingin yang disebut cold-shortening.
Jenis otot yang berbeda juga memperlihatkan tingkat keempukan yang berbeda. Hal ini dilihat dari jenis otot yang empuk berturut-turut seperti longissimus dorsi, semitendinosus dan pectoralis profundus. Adanya perbedaan keempukan disebabkan karena kadar kolagen yang berbeda. Banyaknya kolagen dari ternak disebabkan oleh umur yang tua, jaringan ikat silang yang banyak dan banyaknya pergerakan otot sewaktu ternak masih hidup. Hal ini sesuai dengan pendapat Lawrie (2003) yang menyatakan bahwa serabut kolagen merupakan komponene yang terpenting dan menentukan empuk tidaknya daging. Bila seekor ternak menjadi lebih tua, kolagennya bertambah banyak dan jaringan ikat yang bersilang lebih banyak, sehingga daging menjadi tidak empuk. Hal ini juga dikatakan oleh Winarno (1995) yang menyatakan bahwa yang mempengaruhi keempukan daging, antara lain komposisi daging yaitu berupa tenunan pengikat, serabut daging serta sel-sel lemak yang ada diantara serabut daging. Disamping itu keempukan daging dipengaruhi oleh kondisi rigormortis yang terjadi setelah ternak dipotong.
Lokasi otot juga sangat berpengaruh pada keempukan daging. Kemungkinan lain yang menyebabkan otot longissimus dorsi lebih empuk daripada semitendinosus dan pectoralis profundus karena pada otot longissimus dorsi berada pada bagian tulang belakang sehingga kemungkinan untuk melakukan aktivitas jarang, tidak sama dengan otot semitendinosus atau otot pectoralis profundus yang hampir setiap saat mengalami aktivitas karena menahan berat badannya pada waktu berdiri dan berjalan, sehingga dengan seringnya otot melakukan aktivitas dapat menyebabkan jaringan ikat pada otot menebal dan menjadi lebih keras. Penyebaran kolagen tidak sama diantara otot kerangka tubuh, umumnya disesuaikan dengan kegiatan fisik sehingga berpengaruh terhadap keempukan daging. Keempukan dan kekerasan daging tergantung pada derajat kontraksi aktin dan miosin setelah hewan mati selama rigormortis akibat terbentuknya aktimiosin (Lawrie, 2003).
Susut Masak
Susut masak merupakan indikator nilai nutrisi daging yang berhubungan dengan kadar jus daging yaitu banyaknya air yang terikat di dalam dan di antara serabut otot. Jus daging yaitu banyaknya komponen dari tekstur yang ikut menentukan keempukan daging. Pada umumnya makin tinggi suhu pemasakan, makin besar kadar cairan daging yang hilang sampai mencapai tingkat konstan (Soeparno, 2005).
Sebagian besar air dalam daging ada pada myofibril yaitu antara filamen-filamen. Perebusan daging pada suhu 640C-900C mengakibatkan jaringan epimisium dan endomisium serta akhirnya myofibril akan menyusut hingga mengakibatkan keluarnya cairan daging (Cooking loss) (Lawrie, 2003).
Susut masak menurun secara linear dengan berambhanya umur ternak. Misalnya pada sapi, susut masak longissimus dorsi yang dimasak pada temperatur 800C selama 90 menit, menurun dengan meningkatnya umur. Untuk umur 2, 9, 16, 27, 42, dan 120 bulan, susut masak masing-masing adalah 34,5; 33,3; 33,6; 32,3 dan 33,3% (Soeparno, 2005).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kehilangan lelehan (weep) dan (dry) dari daging yang dimasak juga dapat digunakan untuk kapasitas memegang air dari daging yang dimasak. Kehilangan yang disebabkan oleh pengerutan pada waktu pemasakan akan lebih besar jumlahnya. Pemasakan dengan suhu tinggi menyebabkab denaturasi protein dan banyak menurunkan kapasitas memegang air. Penurunan pH akhir urat daging akan menurunkan kehilangan (bagian utamanya), yang disebabkan oleh tereksudasinya cairan. Cepatnya penurunan pH akan meningkatkan kehilangan cairan pada waktu memasak (Lawrie, 2003).
Untuk dapat melihat hubungan antara susut masak sebagai indikator nilai nutrisi daging dalam hubungannya dengan kadar jus daging pada pengaruh stimulasi listrik dan jenis otot yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai Rata-rata Susut Masak (%) Daging Sapi Bali Berdasarkan Stimulasi Listrik dan Jenis Otot yang Berbeda.
Perlakuan
Jenis Otot
Rata-Rata
LD
ST
PP
Non Stimulasi
26,33
28,96
31,02
28,77
Stimulasi Listrik
22,60
27,00
28,48
26,03
Rata-Rata
24,47
27,98
29,75
Sumber : Musdalifah, 2005.
Berdasarkan Tabel 2 memperlihatkan bahwa pemberian rangsangan yang berbeda menunjukkan perbedaan rata-rata persentase susut masak daging sapi Bali dimana dengan pemberian stimulasi listrik pada karkas menunjukkan nilai yang rendah. Nilai rata-rata susut masak daging sapi Bali dengan non stimulasi listrik dan pemberian stimulasi listrik berturut-turut adalah 28,77% dan 26,03%. Hal ini menunjukkan bahwa dengan perlakuan stimulasi listrik dapat mempercepat proses glikolisis sehingga terjadi penurunan pH yang cepat dapat meningkatkan tekanan osmose intraselulaler yang dapat mengakomodasikan kehilangan kapasitas kehilangan air. Hal ini sesuai dengan pendapat Lawrie (2003) bahwa dengan stimulasi listrik dapat mempercepat proses glikolisis yang menyebabkan pemecahan ATP dalam jumlah yang banyak selanjutnya pencapaian pH yang relatif rendah dapat meningkatkan tekanan osmose intraselular yang cukup untuk mengakomodasi kehilangan kapasitas memegang air.
Kualitas dan kuantitas jaringan ikat pada otot berbeda-beda tergantung lokasi otot itu berada. Semakin banyak jaringan ikatnya maka kemampuan untuk menahan air semakin berkurang. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2 yaitu nilai rata-rata susut masak pada daging sapi bali berturut-turut pada otot longissimus dorsi, semitendinosus dan pectoralis profundus yaitu 24,47%, 27,98% dan 29,75%. Dengan demikian jenis otot yang berbeda sangat berpengaruh terhadap susut masak Sapi Bali. Adanya perbedaan susut masak yang dihasilkan disebabkan karena ketiga otot tersebut berada dalam kualitas dan kuantitas jaringan ikat yang berbeda dimana otot pectoralis profundus memiliki jaringan ikat yang paling banyak sehingga kemampuan untuk menahan air semakin berkurang menyebabkan besarnya nilai susut masak. Hal ini sesuai dengan pendapat Abustam (2004), bahwa otot pectoralis profundus merupakan otot yang paling keras bila dibandingkan dengan otot semitendinosus dan longissimus dorsi.
Perbedaan kandungan jaringan ikat di antara otot mengakibatkan perbedaan nilai susut masak di antara jenis otot. Otot dengan kandungan jaringan ikat yang rendah memungkinkan bagi ruang/celah-celah yang terdapat di antara filamen aktin dan miosin sebagai tempat air yang terikat oleh protein daging meningkat. Sebaliknya pada otot dengan kandungan jaringan ikat yang yang tinggi, kemampuan celah-celah di antara aktin dan miosin untuk menahan air jadi berkurang. Hal ini sesuai dengan pendapat Soeparno (2005) bahwa kebanyakan air di dalam otot terdapat pada myofibril yang ditahan oleh gaya-gaya kapiler dalam ruang-ruang di antara filamen miosin dan aktin.
Susut masak pada otot Longissimus dorsi berbeda dengan otot semitendinosus dan otot pectoralis profundus. Hal ini juga disebabkan oleh perbedaan lokasi dan tipe dari ketiga otot tersebut. Otot pectoralis profundus mengandung jaringan ikat yang lebih banyak dibandingkan dengan otot semitendinosus dan longissimus dorsi begitu pula dengan aktivitas fisiknya otot pectoralis profundus lebih banyak beraktivitas. Hal ini sesuai dengan pendapat Soeparno (2005) bahwa keempukan daging bervariasi diantara jenis otot, jumlah jaringan ikat dalam otot mempunyai tekstur daging. Otot yang lebih banyak digerakkan selama ternaknya masih hidup seperti otot pectoralis profundus maka teksturnya terlihat lebih kasar, sedangkan otot yang kurang digerakkan seperti otot semitendinosus dan longissimus dorsi maka teksturnya lebih halus.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
Stimulasi listrik pada karkas Sapi Bali dapat meningkatkan keempukan daging (daya putus rendah) dan mengakibatkan rendahnya nilai susut masak.
Perbedaan jenis otot mengakibatkan perbedaan keempukan daging dimana Longissimus dorsi lebih empuk daripada otot semitendinosus dan pectoralis profundus.
DAFTAR PUSTAKA
Abustam, E. 2004. Bahan Ajar Ilmu dan Teknologi Daging. Program Quev Proyek Peningkatan Menajemen Pendidikan Tinggi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar
Anonim. 2006. Cra Sehat Menyantap daging. http://groups.yahoo.com/group Halal-Baik-Enak/message/4831.m [Diakses pada Desenber 2007], Makassar.
Buckle, K.A, dkk. 1987. Food science. Peneejemah, Hari purnomo dan adiono. Ilmu pangan, Universutas Indonesia Press, Jakarta.
Lawrie, R.A. 2003. Ilmu Daging. Universitas Indonesia Press, Jakarta
Marwan, M. 2005. Pengaruh Stimulais Listrik dan Suhu Pemasakan terhadap Keempukan dan Susut Masak Otot Longissimus Dorsi Sapi Bali. Fakultas Peternamkan Universitas Hasanuddin, Makassar.
Musdalifah. 2005. Pengaruh Stimulasi Listrik Dan Jenis Otot Terhadap Keempukan dan Susut Masak Daging Sapi Bali Pada Suhu Pemasakan 800C. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.
Sarwono, B. 2005. Penggemukan Sapi Potong Secara Cepat. Penebar Swadaya, Jakarta.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Sugeng B.Y. 2005. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.
Tabrany, H. 2001. Pengaruh Proses Pelayuan Terhadap Keempukan Daging. http://www.google.co.id. Diakses pada Januari,2005, Makassar.
Tetty. 2006. Penggunaan Stimulasi Listrik Pada Kambing Lokal Terhadap Mutu Daging Selama Penyimpanan Suhu Kamar. http://www.google.co.id. Agro Inovasi Balitnak [diakses pada aprill, 2008., Makassar.
Muh Rustam2. Effendy Abustam3
ABSTRAK
PENDAHULUAN
Daging merupakan salah satu bahan asal hewan yang paling banyak disukai oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan akan gizi. Hal ini dikarenakan daging sudah dikenal sebagai salah satu bahan makanan yang hampir sempurna, karena mengandung gizi yang lengkap dan dibutuhkan oleh tubuh, yaitu protein hewani, energi, air, mineral dan vitamin serta memiliki rasa dan aroma yang enak (Anonim, 2006).
1 Makalah disajikan pada Seminar Jurusan Program Studi Teknologi Hasil Ternak
Fakultas Pternakan Universitas Hasanuddin.
2 Penyaji Makalah
3 Pembimbing
Kualitas merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan dalam produksi daging. Kualitas daging dapat ditentukan berdasarkan parameter spesifiknya, yaitu: warna, daya ikat air, pH daging, susut masak, keempukan dan tekstur. Kualitas daging lokal yang beredar di pasaran kurang disukai, disebabkan beberapa faktor antara lain higienitas dan keempukan daging yang masih rendah. Salah satu cara untuk memperbaiki kualitas daging yaitu dengan cara pemberian stimulasi listrik.
Stimulasi listrik adalah suatu teknik dimana aliran listrik diaplikasikan pada karkas mata rantai penyembelihan agar terjadi kontraksi otot. Stimulasi listrik mempunyai dampak terhadap penurunan pH yang pada akhirnya rigormortis terbentuk lebih awal. Penurunan pH yang cepat dapat diikuti dengan percepatan pengolahan daging tanpa akibat yang diharapkan terhadap penurunan kualitas daging (Abustam, 2004).
Stimulasi listrik pada karkas dapat menyebabkan warna otot lebih merah terang, kekerasan/kekompakan otot dan solidifikasi marbling berkembang lebih cepat dibandingkan dengan nonstimulasi. Stimulasi listrik mereduksi kemungkinan insiden warna daging yang gelap dan pembentukan ikatan serabut yang kasar pada permukaan lapisan otot yang didinginkan dengan cepat (Soeparno, 2005).
PEMBAHASAN
Tinjauan Umum Daging Sapi
Indonesia mempunyai 5 jenis sapi unggul yaitu Ongol, Bali, Madura, Grati dan Kelantan. Sumbangan sapi dalam produksi daging pada tahun 1973 adalah sebanyak 123.000 ton atau 37,3%. Sebagian besar produksi daging adalah dari ternak yang lebih tua yang telah dipakai tenaganya, sehingga daging yang dihasilkan cenderung memiliki kualitas yang kurang bagus (Buckle, dkk, 1987).
Daging merupakan serabut otot yang dilekatkan bersama oleh jaringan ikat dan diselingi dengan serabut syaraf dan pembuluh darah. Berdasarkan keadaan fisik daging dapat dikelompokkan menjadi 1) daging segar yang dilayukan, 2) daging segar yang dilayukan kemudian didinginkan (daging dingin), 3) daging segar dilayukan, didinginkan kemudian dibekukan (daging beku), 4) daging masak, 5) daging asap, 6) daging olahan (Tabrany, 2001).
Sugeng (2005), laju pertumbuhan semakin cepat pada saat peyapihan hingga pubertas. Dari usia penyapihan hingga usia pubertas laju pertumbuhan masih bertahan pesat, akan tetapi diusia pubertas hingga usia jual laju pertumbuhannya mulai menurun hingga usia dewasa dengan umur 4 tahun, penimbunan lemak terjadi sesudah hewan mencapai kedewasaan tubuh, yakni sesudah pertumbuhan jaringan tulang dan otot selesai. Kemudian diikuti pertumbuhan lemak. Oleh karena itu, sapi yang dipotong pada usia muda 1,5 - 2,5 tahun persentase dagingnya lebih tinggi sebab belum banyak tertimbun lemak.
Kontribusi jaringan ikat pada kekerasan daging juga sangat penting seperti pada jaringan muskuler. Kandungan, kualitas dan penyebaran jaringan ikat dalam otot merupakan penanggungjawab utama terhadap perbedaan kekerasan antar otot. Beberapa peneliti menemukan korelasi antara daya putus dengan kandungan kolagen pada otot Longissimus dorsi dan Semitendinosus yang cukup rendah. Kandungan kolagen daging sapi bervariasi, tergantung pada jenis otot dan umur ternak, variasi ini sangat besar pada otot empuk dan ternak umur muda yang mana 48-66% dapat menjelaskan variasi keempukan daging (Abustam, 2004).
Otot merupakan jaringan yang mempunyai struktur dan fungsi utama sebagai penggerak. Ciri suatu otot mempunyai hubungan yang erat dengan fungsinya. Karena fungsinya, maka jumlah jaringan ikat berbeda-beda dintara jaringan otot. Jaringan ikat ini berhubungan dengan kealotan daging (Soeparno, 2005).
Abustam (1990) menyatakan bahwa otot Pectoralis profundus merupakan otot yang paling keras dibandingkan dengan otot Semitendinosus dan Longssimus dorsi. Hal ini disebabkan karena ketiga otot tersebut berada dalam kualitas jaringan ikatnya, dimana otot Pectoralis profundus memilki jaringan ikat yang paling banyak sehingga memberikan keempukan yang paling rendah.
Stimulasi Listrik
Stimulasi listrik ditujukan untuk mempercepat rigormortis agar kontraksi otot penyebab pemendekan otot dapat dihindari sehingga daging menjadi lebih empuk dan meningkatkan cita rasa (flavor) daging (Tetty, 2006). Lebih lanjut dikatakan oleh Soeparno (2005), bahwa pada prinsipnya, stimulasi listrik akan mempercepat proses glikolisis postmortem yang terjadi selama konversi otot menjadi daging, dan dapat mengubah karakteristik palabilitas daging. Stimulasi listrik terhadap karkas telah terbukti mempercepat habisnya ATP dan penurunan pH pada ayam; mempercepat laju glikolisis pada kelinci; mempercepat glikolisis postmortem, mencegah pemendekan otot karena temperatur dingin yang disebut cold-shortening dan meningkatkan keempukan daging pada domba; dan memperbaiki keempukan serta flavor pada daging sapi.
Stimulasi listrik memperpendek waktu pencapaian rogormortis melaui dua fase yaitu akselarasi glikolisis, yaitu fase selama stimulasi dan fase setelah stimulasi menurun. Setelah fase ini karkas yang masih hangat dapat didinginkan dengan cepat pada temperatur 10C tanpa menyebabkan pemendekan otot, kemudian karkas dapat dibekukan dengan tepat tanpa menyebabkan pemendekan otot prerigor dan kekakuan setelah pencairan kembali daging beku yang disebut thaw rigor (Lawrie, 2003).
Stimulasi menyebabkan konsumsi ATP yang dipercepat, dengan dampak penurunan pH yang pada akhirnya rigormortis terbentuk lebih awal. Resiko pengkerutan karena dingin terhindari dan dengan demikian akan diperoleh daging tanpa pemendekan pada pendinginan yang lebih awal daripada biasanya sehingga akan memperbaiki kualitas dan higienitas dari karkas dan daging (Abustam, 2004).
Umumnya dikenal dua metode stimulasi listrik, yaitu 1) voltase rendah. Stimulasi listrik dengan voltase rendah ditandai dengan tegangan yang tidak melebihi 100 volt, diaplikasikan segera setelah penyembelihan dengan lama perangsangan selama 30 detik. Aliran listrik akan merangsang sistem syaraf ternak yang masih berfungsi, memberikan perintah kontraksi dan secara paralel medan listrik yang terbentuk pada karkas akan menyebabkan kontraksi muskuler. 2) voltase tinggi. Stimulasi listrik dengan tegangan tinggi ditandai dengan tegangan yang melebihi diatas 300 volt, pada umumnya 500 – 1200 volt dan dapat diaplikasikan agak lebih lambat setelah penyembelihan ternak, 30 – 40 menit setelah pemingsanan, biasanya pada rantai eviserasi dan pembelahan karkas. Lama perangsangan yang direkomendasikan adalah 1 – 2 menit (Abustam, 2004).
Keempukan Daging
Perubahan otot menjadi daging terjadi secara biokimia dan biofisika ditandai dengan menurunnya pH melalui pembentukan asam laktat dan glikolisis secara anaerobik. Mekanisme anerobik ini terjadi karena otot-otot tidak lagi mendapatkan oksigen akibat terhentinya peredaran darah, sementara otot masih tetap hidup dengan menghabiskan cadangan energinya. Pembentukan asama laktat yang tidak cukup disebabkan karena penurunan glikogen yang hebat sebelum ternak dipotong, dapat menyebabkan daging berwarna gelap, tekstunya keras yang sering disebut ”dark cutting beef” atau DCB (Abustam, 2004).
Kualitas daging dapat dinilai berdasarkan organoleptik dimana pada penelitian organoleptik, keempukan merupakan faktor utama (kurang lebih 64%) dalam penilaian kualitas daging oleh konsumen (Abustam, 2004), selain keempukan kualitas daging berdasarkan penilaian organoleptik mencakup pula warna, cita rasa, dan juiceness (Soeparno, 2005). Selanjutnya dikatakan oleh Lawrie (2003), penampilan permukaan daging oleh konsumen tergantung pada mioglobin dan lebih mendasar pada tipe melekul mioglobin. Faktor yang mempengaruhi kualitas mioglobin adalah aktivitas urat daging yang tinggi yang menyebabkan terbentuknya mioglobin yang lebih banyak.
Lawrie (2003) menyatakan bahwa tekstur dengan mata adalah suatu fungsi ukuran dari berkas-berkas serat dimana setiap perimisium dari tenunan pengikat membagi-bagi urat daging secara longitudunal. Ukuran berkas tidak hanya ditentukan oleh jumlah serat, tetapi juga oleh ukuran serat. Ukuran kasar suatu tekstur akan meningkat bersama dengan umur. Pada umumnya sifat kasar dari tekstur akan lebih besar dibanding dengan hewan betina.
Abustam (2004), bahwa keempukan daging ditentukan oleh sifat-sifat myofibril dan jaringan ikat sebagai komponen utama pada otot. Keempukan daging bervariasi antar otot. Jumlah jaringan ikat dalam otot mempengaruhi tekstur daging. Otot yang lebih banyak bergerak selama hewan masih hidup teksturnya terlihat lebih kasar sedangkan otot yang kurang bergerak teksturnya terlihat lebih halus. Hal ini disebabkan adanya perbedaan dalam jaringan ikat yang ikut berperan dalam aktivitas otot. Otot yang teksturnya kasar, kurang empuk dibandingkan dengan otot yang teksturnya halus.
Jaringan ikat otot terdiri dari epimisium yang terdapat di sekeliling otot; perimisium terletak diantara fasikuli, dan endomisium yang terdapat disekeliling sel otot atau serabut otot. Setiap jaringan ikat terdiri dari serabut-serabut kolagen. Endomisium mengelilingi membran sel (sarkolema). Serabut-serabut kolagen endomisium sangat kecil dan sering disebut serabut retikular (Soeparno, 2005). Lebih lanjut dikatakan oleh Lawrie (2003) sifat tenunan pengikat berbeda pada tiap umur ternak. Derajat ikatan silang intra dan intramuskuler antara rantai-rantai polipeptida dalam kolagen meningkat dengan meningkatnya umur hewan. Pada hewan-hewan muda hampir semua ikatan silang (dapat direduksi , labil terhadap panas dan asam), meningkat sampai umur dua tahun, kemudian secara perlahan diganti oleh ikatan-ikatan yang stabil terhadap panas.
Ciri suatu otot mempunyai hubungan yang erat dengan fungsinya. Karena fungsinya, maka jumlah jaringan ikat berbeda-beda diantara jaringan otot. Jaringan ikat ini berhubungan dengan kealotan daging. Perbedaan keempukan berdasarkan daya putus daging dari 3 jenis otot yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Nilai Rata-Rata Daya Putus Daging Sapi Bali (kg/cm2) berdasarkan stimulasi listrik dan jenis otot
Perlakuan
Jenis Otot
Rata-Rata
LD
ST
PP
Non Stimulasi
5,37
6,85
7,96
6,73
Stimulasi Listrik
3,75
5,29
6,22
5,09
Rata-Rata
4,56
6,07
7,09
Sumber : Musdalifah, 2005.
Berdasarkan Tabel 1, menunjukkan bahwa dengan pemberian rangsangan stimulasi listrik pada ketiga jenis otot yang berbeda memperlihatkan daya putus yang lebih rendah yaitu 5,09 kg/cm dibandingkan dengan non stimulai listrik yaitu 6,73 kg/cm. Hal ini disebabkan karena dengan pemberian stimulasi listrik dapat mempercepat terjadinya rigormortis, mempercepat habisnya ATP, dan mempercepat penurunan pH. Hal ini sesuai dengan pendapat Soeparno (2005) yang menyatakan bahwa stimulasi listrik dapat mempercepat proses gliolisis postmortem yang terjadi selama konversi otot menjadi daging, dan dapat mengubah karakteristik palatabilitas daging. Stimulasi listrik terhadap karkas telah terbukti mempercepat habisnya ATP dan penurunan pH pada ayam: mempercepat laju glikolisis pada kelinci; mempercepat glikolisis postmortem, mencegah pemendekan otot karena temperatur dingin yang disebut cold-shortening.
Jenis otot yang berbeda juga memperlihatkan tingkat keempukan yang berbeda. Hal ini dilihat dari jenis otot yang empuk berturut-turut seperti longissimus dorsi, semitendinosus dan pectoralis profundus. Adanya perbedaan keempukan disebabkan karena kadar kolagen yang berbeda. Banyaknya kolagen dari ternak disebabkan oleh umur yang tua, jaringan ikat silang yang banyak dan banyaknya pergerakan otot sewaktu ternak masih hidup. Hal ini sesuai dengan pendapat Lawrie (2003) yang menyatakan bahwa serabut kolagen merupakan komponene yang terpenting dan menentukan empuk tidaknya daging. Bila seekor ternak menjadi lebih tua, kolagennya bertambah banyak dan jaringan ikat yang bersilang lebih banyak, sehingga daging menjadi tidak empuk. Hal ini juga dikatakan oleh Winarno (1995) yang menyatakan bahwa yang mempengaruhi keempukan daging, antara lain komposisi daging yaitu berupa tenunan pengikat, serabut daging serta sel-sel lemak yang ada diantara serabut daging. Disamping itu keempukan daging dipengaruhi oleh kondisi rigormortis yang terjadi setelah ternak dipotong.
Lokasi otot juga sangat berpengaruh pada keempukan daging. Kemungkinan lain yang menyebabkan otot longissimus dorsi lebih empuk daripada semitendinosus dan pectoralis profundus karena pada otot longissimus dorsi berada pada bagian tulang belakang sehingga kemungkinan untuk melakukan aktivitas jarang, tidak sama dengan otot semitendinosus atau otot pectoralis profundus yang hampir setiap saat mengalami aktivitas karena menahan berat badannya pada waktu berdiri dan berjalan, sehingga dengan seringnya otot melakukan aktivitas dapat menyebabkan jaringan ikat pada otot menebal dan menjadi lebih keras. Penyebaran kolagen tidak sama diantara otot kerangka tubuh, umumnya disesuaikan dengan kegiatan fisik sehingga berpengaruh terhadap keempukan daging. Keempukan dan kekerasan daging tergantung pada derajat kontraksi aktin dan miosin setelah hewan mati selama rigormortis akibat terbentuknya aktimiosin (Lawrie, 2003).
Susut Masak
Susut masak merupakan indikator nilai nutrisi daging yang berhubungan dengan kadar jus daging yaitu banyaknya air yang terikat di dalam dan di antara serabut otot. Jus daging yaitu banyaknya komponen dari tekstur yang ikut menentukan keempukan daging. Pada umumnya makin tinggi suhu pemasakan, makin besar kadar cairan daging yang hilang sampai mencapai tingkat konstan (Soeparno, 2005).
Sebagian besar air dalam daging ada pada myofibril yaitu antara filamen-filamen. Perebusan daging pada suhu 640C-900C mengakibatkan jaringan epimisium dan endomisium serta akhirnya myofibril akan menyusut hingga mengakibatkan keluarnya cairan daging (Cooking loss) (Lawrie, 2003).
Susut masak menurun secara linear dengan berambhanya umur ternak. Misalnya pada sapi, susut masak longissimus dorsi yang dimasak pada temperatur 800C selama 90 menit, menurun dengan meningkatnya umur. Untuk umur 2, 9, 16, 27, 42, dan 120 bulan, susut masak masing-masing adalah 34,5; 33,3; 33,6; 32,3 dan 33,3% (Soeparno, 2005).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kehilangan lelehan (weep) dan (dry) dari daging yang dimasak juga dapat digunakan untuk kapasitas memegang air dari daging yang dimasak. Kehilangan yang disebabkan oleh pengerutan pada waktu pemasakan akan lebih besar jumlahnya. Pemasakan dengan suhu tinggi menyebabkab denaturasi protein dan banyak menurunkan kapasitas memegang air. Penurunan pH akhir urat daging akan menurunkan kehilangan (bagian utamanya), yang disebabkan oleh tereksudasinya cairan. Cepatnya penurunan pH akan meningkatkan kehilangan cairan pada waktu memasak (Lawrie, 2003).
Untuk dapat melihat hubungan antara susut masak sebagai indikator nilai nutrisi daging dalam hubungannya dengan kadar jus daging pada pengaruh stimulasi listrik dan jenis otot yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai Rata-rata Susut Masak (%) Daging Sapi Bali Berdasarkan Stimulasi Listrik dan Jenis Otot yang Berbeda.
Perlakuan
Jenis Otot
Rata-Rata
LD
ST
PP
Non Stimulasi
26,33
28,96
31,02
28,77
Stimulasi Listrik
22,60
27,00
28,48
26,03
Rata-Rata
24,47
27,98
29,75
Sumber : Musdalifah, 2005.
Berdasarkan Tabel 2 memperlihatkan bahwa pemberian rangsangan yang berbeda menunjukkan perbedaan rata-rata persentase susut masak daging sapi Bali dimana dengan pemberian stimulasi listrik pada karkas menunjukkan nilai yang rendah. Nilai rata-rata susut masak daging sapi Bali dengan non stimulasi listrik dan pemberian stimulasi listrik berturut-turut adalah 28,77% dan 26,03%. Hal ini menunjukkan bahwa dengan perlakuan stimulasi listrik dapat mempercepat proses glikolisis sehingga terjadi penurunan pH yang cepat dapat meningkatkan tekanan osmose intraselulaler yang dapat mengakomodasikan kehilangan kapasitas kehilangan air. Hal ini sesuai dengan pendapat Lawrie (2003) bahwa dengan stimulasi listrik dapat mempercepat proses glikolisis yang menyebabkan pemecahan ATP dalam jumlah yang banyak selanjutnya pencapaian pH yang relatif rendah dapat meningkatkan tekanan osmose intraselular yang cukup untuk mengakomodasi kehilangan kapasitas memegang air.
Kualitas dan kuantitas jaringan ikat pada otot berbeda-beda tergantung lokasi otot itu berada. Semakin banyak jaringan ikatnya maka kemampuan untuk menahan air semakin berkurang. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2 yaitu nilai rata-rata susut masak pada daging sapi bali berturut-turut pada otot longissimus dorsi, semitendinosus dan pectoralis profundus yaitu 24,47%, 27,98% dan 29,75%. Dengan demikian jenis otot yang berbeda sangat berpengaruh terhadap susut masak Sapi Bali. Adanya perbedaan susut masak yang dihasilkan disebabkan karena ketiga otot tersebut berada dalam kualitas dan kuantitas jaringan ikat yang berbeda dimana otot pectoralis profundus memiliki jaringan ikat yang paling banyak sehingga kemampuan untuk menahan air semakin berkurang menyebabkan besarnya nilai susut masak. Hal ini sesuai dengan pendapat Abustam (2004), bahwa otot pectoralis profundus merupakan otot yang paling keras bila dibandingkan dengan otot semitendinosus dan longissimus dorsi.
Perbedaan kandungan jaringan ikat di antara otot mengakibatkan perbedaan nilai susut masak di antara jenis otot. Otot dengan kandungan jaringan ikat yang rendah memungkinkan bagi ruang/celah-celah yang terdapat di antara filamen aktin dan miosin sebagai tempat air yang terikat oleh protein daging meningkat. Sebaliknya pada otot dengan kandungan jaringan ikat yang yang tinggi, kemampuan celah-celah di antara aktin dan miosin untuk menahan air jadi berkurang. Hal ini sesuai dengan pendapat Soeparno (2005) bahwa kebanyakan air di dalam otot terdapat pada myofibril yang ditahan oleh gaya-gaya kapiler dalam ruang-ruang di antara filamen miosin dan aktin.
Susut masak pada otot Longissimus dorsi berbeda dengan otot semitendinosus dan otot pectoralis profundus. Hal ini juga disebabkan oleh perbedaan lokasi dan tipe dari ketiga otot tersebut. Otot pectoralis profundus mengandung jaringan ikat yang lebih banyak dibandingkan dengan otot semitendinosus dan longissimus dorsi begitu pula dengan aktivitas fisiknya otot pectoralis profundus lebih banyak beraktivitas. Hal ini sesuai dengan pendapat Soeparno (2005) bahwa keempukan daging bervariasi diantara jenis otot, jumlah jaringan ikat dalam otot mempunyai tekstur daging. Otot yang lebih banyak digerakkan selama ternaknya masih hidup seperti otot pectoralis profundus maka teksturnya terlihat lebih kasar, sedangkan otot yang kurang digerakkan seperti otot semitendinosus dan longissimus dorsi maka teksturnya lebih halus.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
Stimulasi listrik pada karkas Sapi Bali dapat meningkatkan keempukan daging (daya putus rendah) dan mengakibatkan rendahnya nilai susut masak.
Perbedaan jenis otot mengakibatkan perbedaan keempukan daging dimana Longissimus dorsi lebih empuk daripada otot semitendinosus dan pectoralis profundus.
DAFTAR PUSTAKA
Abustam, E. 2004. Bahan Ajar Ilmu dan Teknologi Daging. Program Quev Proyek Peningkatan Menajemen Pendidikan Tinggi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar
Anonim. 2006. Cra Sehat Menyantap daging. http://groups.yahoo.com/group Halal-Baik-Enak/message/4831.m [Diakses pada Desenber 2007], Makassar.
Buckle, K.A, dkk. 1987. Food science. Peneejemah, Hari purnomo dan adiono. Ilmu pangan, Universutas Indonesia Press, Jakarta.
Lawrie, R.A. 2003. Ilmu Daging. Universitas Indonesia Press, Jakarta
Marwan, M. 2005. Pengaruh Stimulais Listrik dan Suhu Pemasakan terhadap Keempukan dan Susut Masak Otot Longissimus Dorsi Sapi Bali. Fakultas Peternamkan Universitas Hasanuddin, Makassar.
Musdalifah. 2005. Pengaruh Stimulasi Listrik Dan Jenis Otot Terhadap Keempukan dan Susut Masak Daging Sapi Bali Pada Suhu Pemasakan 800C. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.
Sarwono, B. 2005. Penggemukan Sapi Potong Secara Cepat. Penebar Swadaya, Jakarta.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Sugeng B.Y. 2005. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.
Tabrany, H. 2001. Pengaruh Proses Pelayuan Terhadap Keempukan Daging. http://www.google.co.id. Diakses pada Januari,2005, Makassar.
Tetty. 2006. Penggunaan Stimulasi Listrik Pada Kambing Lokal Terhadap Mutu Daging Selama Penyimpanan Suhu Kamar. http://www.google.co.id. Agro Inovasi Balitnak [diakses pada aprill, 2008., Makassar.
Rabu, 03 Juni 2009
bali
Studi Lapang THT di Jawa-Bali 15-25 Januari 2009

Kegiatan dilaksanakan untuk menambah wawasan bagi Mahasiswa PS THT Fapet Unhas tentang Universitas didaerah Jawa seperti Udayana, UNPAD,UGM,IPB. kegiatan ini setaip tahun dlaksanakan untuk memotifasi mahasiswa/mahasiswi beberapa foto kegiatan tersebut antara lain Kegiatan kunjungan di Vila LaVida Sambutan dari Mrs Jhon.
Minggu, 31 Mei 2009
Keindahan yang terabaikan
suatu pulau yang kaya akan keindahan namun di satu sisi keindahan itu dirusak tanpa mau memperbaiki itulah manusia yang tak pernah menghargai akan pemeberian tuhan tak pernah sadar dan tak pernah bersukur apa lagi berdoa mau jadi apa warga pulau yang indah dan tak terawat, siap yang mau turun tangan tak ada semua hanya bisa menyalahkan pa kah ini rasa terima ksaih atau hanya sekedar bingung mau melakukan apa untuk mengubah sauatu perilaku merusak menjadi perilaku yang baik..?
Langganan:
Postingan (Atom)